Popular Posts

Blogger templates

Blogger news

Blogroll

About

Blog Archive

Senin, 02 Oktober 2023

     Siapa yang tak kenal dengan istilah CEO? Jabatan tersebut tentunya sudah tak asing bagi siapa pun yang bekerja di sebuah perusahaan. 

     CEO adalah pemimpin yang akan menentukan sukses tidaknya suatu bisnis. Selain itu, seorang CEO memiliki pengaruh besar terhadap reputasi perusahaan. Makanya posisi ini harus diisi oleh orang-orang terpilih.

     Tapi, sebetulnya apa itu CEO? Lalu, apa saja jobdesk dari CEO? Yuk, kenali lebih jauh tentang jabatan ini. Siapa tahu, one day kamu bisa weujudkan mimpi untuk jadi seorang CEO. Simak sampai akhir ya!

Apa Itu CEO?

     CEO merupakan singkatan dari Chief Executive Officer. CEO adalah jabatan tertinggi dalam sebuah perusahaan. Dikutip dari Investopedia, CEO dipilih atas kesepakatan antara dewan direksi dan pemegang saham.



     Selain memimpin perusahaan, CEO juga berperan aktif dalam pengambilan keputusan, serta bertindak sebagai titik komunikasi antara dewan direksi dan pemegang saham.

Apa Peran Utama CEO di Perusahaan?

         Secara umum, CEO bertanggung jawab untuk mengawasi, memotivasi, dan mengembangkan tim agar bisnis berjalan sesuai strategi dan visi misi perusahaan. Namun, peran CEO di setiap perusahaan belum tentu sama. Hal ini akan disesuaikan dengan skala, budaya, dan struktur perusahaan.

        Di company besar, CEO biasanya hanya berurusan dengan keputusan strategis tingkat tinggi dan semua hal terkait pertumbuhan perusahaan secara keseluruhan. Misalnya, merencanakan strategi bisnis dan menentukan keputusan operasional manajemen tingkat atas.

       Sementara itu di perusahaan yang lebih kecil, CEO sering kali lebih aktif dan terlibat dengan fungsi sehari-hari. Misalnya ikut terjun dalam perekrutan staff, membuat jobdesk untuk tim, dan lain sebagainya.

       Tahukah kamu? Pada dasarnya, CEO memang lebih banyak terlibat dalam hal-hal yang bersifat strategis seperti rapat dengan para direksi atau rapat lainnya.

       Berdasarkan studi dari Harvard Business School, 72% waktu kerja dari CEO dihabiskan untuk rapat. Biasanya dari rapat inilah akan muncul berbagai plan dan strategi untuk terus mengembangkan dan menyesuaikan model bisnis mereka.

      Seorang CEO juga dianggap sebagai wajah dari perusahaan yang dipimpinnya. Tak heran jika seorang CEO memiliki lingkungan sosial yang besar dan dikenal oleh banyak orang.

      Sebagai contoh, Elon Musk adalah tokoh yang identik dengan Tesla. Seperti yang kamu lihat di media, Elon Musk sering melakukan wawancara, tampil di radio dan TV, serta menghadiri acara lokal (Seminar). Hal ini menunjukkan bahwa seorang CEO tidak hanya bekerja dalam lingkungan perusahaan, melainkan juga perlu membangun citra yang baik terhadap publik.

Berapa Gaji CEO?

       Di Amerika Serikat, rata-rata gaji seorang CEO adalah $805.200 per 27 Oktober 2022, tetapi kisarannya biasanya berada di antara $608.600 dan $1.037.400. Angka tersebut tentu akan disesuaikan lagi dengan faktor lain seperti pendidikan, skill, beban kerja, dan lain-lain.

     Secara umum, gaji posisi Chief Executive Officer di Indonesia ada pada range Rp27.300.000 per bulan. Tapi, tentunya ini bukan angka mutlak. Lagi-lagi gaji CEO akan disesuaikan dengan skala, valuation, dan juga profit yang sudah dihasilkan perusahaan.

       Sebagai informasi, CEO bisa diangkat dan diberhentikan sewaktu-waktu oleh pemilik saham melalui forum RUPS (rapat umum pemegang saham), atau dalam RUPSLB (rapat umum pemegang saham luar biasa).

Tugas dan Tanggung Jawab CEO

      Dikutip Corporate Finance Institute, tidak ada batas standar dari tugas seorang Chief Executive Officer. Namun, biasanya CEO memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

1. Berkomunikasi atas nama perusahaan,          dengan pemegang saham, pihak                        pemerintah, dan publik

2. Memimpin pengembangan strategi                  jangka   pendek dan jangka panjang                perusahaan. 

3. Menciptakan dan mengimplementasikan        visi dan misi perusahaan atau organisasi.

4. Mengevaluasi pekerjaan para pemimpin        eksekutif lainnya di dalam perusahaan,          termasuk direktur, wakil presiden, dan          presiden.

5. Menjaga performa perusahaan terhadap        situasi pasar yang kompetitif, peluang            ekspansi, perkembangan industri, dan            lain-lain.

6. Memastikan bahwa perusahaan                        mempertahankan tanggung jawab sosial        yang tinggi di mana pun ia melakukan            bisnis.

7. Menilai risiko terhadap perencanaan              perusahaan dan memastikannya                     dipantau dengan baik.

8. Menetapkan tujuan strategis bisnis untuk      jangka panjang.

Kemampuan yang Harus Dimiliki Chief Executive Office

Jika kamu ingin menjadi seorang CEO, pastikan untuk mengantongi 7 skill yang harus dimiliki seorang Chief Executive Officer berikut ini:

1. Kepemimpinan (leadership)

      Kepemimpinan adalah kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh setiap CEO, bahkan untuk sekelas manager. Adapun kemampuan kepemimpinan ini sangat erat kaitannya dengan posisi CEO sebagai pemimpin perusahaan.

      Kepemimpinan seorang CEO akan terlihat dari keyakinannya dalam setiap keputusan yang diambil. Selain itu, kemampuan untuk menangani konflik manajemen juga dapat merepresentasikan jiwa kepemimpinan seorang CEO. Sehingga hal tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan karyawan dan para stakeholder.

2. Tegas dan dapat mengambil keputusan yang cepat 

     Dikutip dari Harvard Business Review, CEO yang berkinerja tinggi tidak selalu menonjol karena membuat keputusan besar sepanjang waktu. Sebaliknya, ia menonjol karena lebih tegas. Dia dapat membuat keputusan lebih awal, lebih cepat, dan dengan keyakinan yang lebih besar.

      CEO juga dituntut untuk dapat mengambil keputusan secara konsisten, bahkan di tengah ambiguitas, dengan informasi yang tidak lengkap, dan dalam lingkungan yang tidak dikenal. Selain itu, seorang CEO harus siap menerima risiko atas keputusannya. Sehingga orang-orang yang memiliki sikap “tegas” dalam setiap keputusannya, 12 kali lebih mungkin menjadi CEO dengan kinerja yang baik.

3. Komunikasi yang baik

       Seorang CEO wajib memiliki kemampuan komunikasi yang baik. Hal ini tidak terlepas dengan aktivitasnya yang akan sering bertemu dengan banyak orang. Komunikasi tersebut tidak semata-mata menyampaikan pesan dengan baik.

4. Kreativitas dan inovasi

       Seperti yang kamu ketahui, sebuah bisnis akan sulit bertahan lama ketika tidak bisa melakukan inovasi. Oleh sebab itu, sebagai orang pertama dalam sebuah bisnis, seorang CEO harus memiliki kreativitas dan mampu berinovasi agar mampu beradaptasi dengan tren yang terjadi.

       CEO harus berpikir kreatif dan menyambut ide-ide baru yang inovatif untuk menjaga bisnis mereka tetap relevan dan progresif. CEO yang menghargai perubahan dengan pikiran terbuka akan dengan mudah untuk menentukan arah bisnis kedepannya.

5. Etika

      Seorang CEO tidak hanya bertanggung jawab kepada urusan internalnya (perusahaan) saja, melainkan juga memiliki tanggung jawab terkait pandangan publik terhadap dirinya. Semakin suksesnya sebuah bisnis, maka akan semakin tinggi pula perhatian publik terhadap CEO dari perusahaan tersebut.

      Hal tersebut menunjukkan, bahwa penting bagi para pemimpin untuk memiliki rasa etika yang kuat, dan bertanggung jawab ketika terjadi kesalahan. Penanaman budaya yang jujur dan bertanggung jawab ini akan berpengaruh terhadap kinerja dari perusahaan yang dipimpinnya.

6. Kolaborasi

      CEO tidak akan terlepas dengan yang namanya interaksi. Dalam mengelola sebuah perusahaan, nantinya CEO akan melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, mulai dari manager, kepala departemen, dewan direksi, hingga dengan koleganya.

       Oleh sebab itu, seorang CEO harus memiliki berbagai perencanaan dan ide terbaik untuk memajukan perusahaan. Dengan bekerja sama dengan karyawan dan kolega, tentunya dapat memunculkan ide-ide dan solusi baru yang kreatif.

7. Transparansi

      Dilansir dari forbes.com salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan karyawan dan eksekutif yaitu transparansi atau keterbukaan. Ketika karyawan meyakini bahwa CEO mereka menyembunyikan informasi atau gagal bertindak secara terbuka, mereka mulai mempertanyakan keputusan yang dibuat.

       CEO yang sukses menyadari bahwa transparansi sangat penting bagi karyawan untuk melihat kinerja dan memahami motif di balik setiap keputusan yang ia buat.


Sejarah singkat CEO

       Peran CEO telah ada selama sekitar satu abad, muncul seiring dengan munculnya perusahaan modern, yang struktur manajerialnya mengharuskan masing-masing eksekutif menjalankan unit dan fungsi bisnis yang berbeda-beda. CEO selalu berada di atas mereka semua—namun dari generasi ke generasi dan era bisnis, mulai dari Henry Ford hingga miliarder yang haus akan disrupsi dan mengenakan celana jeans, peran tersebut tidak pernah berhenti dalam waktu lama.

       Para eksekutif selalu beradaptasi dengan tantangan baru; yang berubah adalah kecepatan dan urgensi munculnya masalah ini dan para CEO diharapkan dapat dengan sigap mengatasinya.“Segala sesuatunya tidak terjadi secepat 50 tahun yang lalu,” kata Timothy Quigley, profesor manajemen di Terry College of Business, Universitas Georgia. “Seorang CEO dari tahun 1950 mempunyai sejumlah keputusan bisnis penting, mungkin sekali atau dua kali dalam satu masa jabatannya. Saat ini, para CEO menghadapi jenis keputusan yang sama, tetapi mungkin beberapa kali dalam setahun.”

Laju bisnis yang semakin cepat dan meningkatnya volatilitas pasar tentu saja mendorong tren ini. Namun hal ini mungkin juga ada hubungannya dengan semakin kompleksnya lanskap pemangku kepentingan yang harus dihadapi oleh perusahaan dan eksekutif eksekutifnya. Para CEO saat ini memahami bahwa kesuksesan mereka tidak lagi bergantung hanya pada margin keuntungan dan investor yang bahagia. Sebaliknya, mereka harus mengelola portofolio kepentingan yang terus berkembang, mulai dari inisiatif keinginan dan keberagaman hingga masalah privasi data. Beberapa raksasa sedang menuliskan perubahan ini.Walmart, misalnya, dalam laporan tahunannya pada tahun 2018 menyatakan bahwa perusahaan beroperasi demi kepentingan “semua pemangku kepentingan, termasuk pemasok, komunitas, dan masyarakat pada umumnya.”

     Pergeseran menuju apa yang disebut sebagai kapitalisme pemangku kepentingan adalah babak berikutnya dalam sejarah CEO. “Keleluasaan atau keleluasaan yang dimiliki seorang CEO saat ini jauh lebih besar dibandingkan pada tahun 1950an atau sebelumnya,” kata Mr. Quigley. “Ada lebih banyak alat dan pengungkit yang dapat mereka gunakan.” Para CEO saat ini dapat mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap nasib perusahaan mereka.

       Data mendukung hal ini. Quigley dan rekan penulisnya menemukan bahwa pada tahun 1950an dan 1960an, CEO menyumbang sekitar 10% dari kinerja perusahaan mereka. Pada tahun 2000an, pengaruh ini meningkat lebih dari dua kali lipat. Temuan ini memperkuat penelitian mereka yang lain, yang menunjukkan bahwa kematian mendadak seorang CEO memicu keuntungan dan kerugian perusahaan yang jauh lebih besar pada tahun 2000an dibandingkan dengan keadaan serupa pada 60 tahun sebelumnya.

“Seorang CEO dari tahun 1950 mempunyai sejumlah keputusan bisnis penting, mungkin sekali atau dua kali dalam satu masa jabatannya. Sekarang para CEO menghadapi jenis keputusan yang sama, tetapi mungkin beberapa kali dalam setahun.”

-Timothy Quigley, profesor manajemen, Universitas Georgia


Pekerjaan Manajerial

Pada akhir abad ke-19, kapitalisme industri, yang didorong oleh inovasi tenaga uap dan produksi baja murah, menyebabkan terciptanya generasi baru organisasi yang kompleks. Itu adalah periode kepemilikan yang sangat cerah, kata Eric Hilt, profesor ekonomi di Wellesley College dan peneliti di Biro Riset Ekonomi Nasional. “Dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan publik besar saat ini, perusahaan-perusahaan ini memiliki lebih sedikit pemegang saham,” katanya.

     Ketika J. Pierpont Morgan Sr. dan sekelompok investor membeli Carnegie Steel pada tahun 1901, penjualan senilai hampir $500 juta tersebut menciptakan US Steel Corp., sebuah organisasi dengan 200 anak perusahaan dan tenaga kerja lebih dari 168.000 individu. Itu adalah perusahaan terbesar di dunia pada saat itu.

     Perusahaan dengan skala yang belum pernah terjadi sebelumnya memerlukan tipe pemimpin bisnis baru—seseorang dengan visi strategis, kepribadian, dan modal sosial untuk memimpin otoritas atas organisasi yang kompleks dan sering kali tersebar.

      “Ketika Anda menemukan perusahaan yang sangat besar dengan banyak karyawan dan hierarki serta banyak divisi, maka Anda mulai melihat CEO profesional,” kata Carola Frydman, profesor keuangan di Kellogg School of Management di Northwestern University. “Ini adalah awal dari pekerjaan manajerial.”

       Pada tahun 1920-an, penemu seperti Thomas Edison dan Mr. Ford—para raksasa teknologi di masanya—memperkenalkan tipe pemimpin organisasi baru ke dunia. Mereka berdua memiliki keahlian teknis—memelopori inovasi dalam infrastruktur kelistrikan, telekomunikasi, atau mobil—dan ketajaman bisnis untuk membangun perusahaan yang sukses dengan teknologi baru ini.


“Ketika Anda menemukan perusahaan yang sangat besar dengan banyak karyawan dan hierarki, serta banyak divisi, maka Anda mulai melihat CEO profesional. Ini adalah awal dari pekerjaan manajerial.”

—Carola Frydman, profesor keuangan, Universitas Northwestern

Tak lama kemudian, para pemimpin bisnis ini mulai membayangkan tujuan perusahaan melampaui tembok pabrik. Ford, misalnya, menjadi salah satu orang pertama yang melihat manfaat bisnis dari upah yang lebih baik dan lima hari kerja dalam seminggu, dan percaya bahwa karyawan yang memiliki lebih banyak uang di kantong dan waktu bersantai akan membeli lebih banyak produk.

Setelah Perang Dunia II, sebuah realitas baru muncul. Untuk membiayai pertumbuhan, para pendiri yang sudah lama berkuasa membawa perusahaan mereka ke publik. Untuk mendorong ekspansi, bagan organisasi menjadi lebih kompleks, mengakomodasi divisi dan lini produk baru. Konglomerat bertambah banyak. Dibutuhkan kepala eksekutif yang memiliki keterampilan perencanaan dan koordinasi yang cekatan.

Namun hal ini berarti bahwa meskipun seorang presiden perusahaan mungkin memimpin bisnis yang lebih besar, dia (dan selalu dia) juga memiliki kekuasaan yang lebih kecil dibandingkan para pendahulunya, jelas Mr. Hilt. “Otoritas Anda lebih lemah,” katanya. “Anda memimpin birokrasi yang besar ini, bukan mengambil keputusan sepenuhnya. Ini adalah bisnis yang sangat terdiversifikasi.”

Tahun 1960an membawa kebangkitan pendekatan komputasi yang mengubah elemen bisnis termasuk keuangan, manajemen operasi dan strategi menjadi praktik terstruktur dan analitis. Para pemimpin perusahaan dipersenjatai dengan data tujuan tingkat tinggi untuk mendukung keputusan mereka. Seiring dengan hal ini, muncullah suara-suara baru seperti Peter Drucker dan Herbert Simon, yang ide-idenya akan membentuk generasi pemimpin eksekutif di masa depan.

Model Baru Mulai Terbentuk

Pada tahun 1970-an, dengan dimulainya globalisasi, konflik politik di pasar-pasar di seluruh dunia membawa ketidakpastian dan peluang ekonomi yang lebih besar. Perusahaan-perusahaan Barat, yang pernah menjadi pemimpin tertinggi dalam industrinya, menghadapi persaingan internasional yang jauh lebih besar. (Jepang akan menjadi negara adidaya ekonomi global pertama di Asia.) Persaingan baru ini akan mempunyai dampak yang besar.

“Dunia manajerial dari perusahaan birokratis yang besar dan sangat terdiversifikasi ini mulai melemah karena mereka menghadapi lebih banyak persaingan,” jelas Mr. Hilt. Organisasi-organisasi lama dengan cepat memahami bahwa struktur mereka yang besar dan seringkali membengkak adalah sebuah kewajiban. Untuk bersaing, perusahaan melepaskan unit-unit non-inti dan lapisan manajemen—lapisan yang dibangun selama era merger dan akuisisi pada tahun 1960an.

Milton Friedman dengan terkenal merangkum era baru ini dengan menyatakan bahwa manajer perusahaan ada untuk “menghasilkan uang sebanyak mungkin” bagi pemegang saham, sambil “menaati aturan dasar masyarakat.” Penatalayanan perusahaan menjadi mandat utama bagi CEO dan dewan direksinya, dengan tujuan memaksimalkan pendapatan di atas semua prioritas lainnya. Dan kompensasi CEO, yang sebagian besar tetap sejak Perang Dunia II, mulai meningkat.

Struktur perusahaan yang baru dan lebih ramping memberikan tanggung jawab yang lebih besar kepada para CEO, sehingga menjadikan mereka semakin penting dalam hal keuntungan. Pada tahun 1980-an dan 1990-an, para CEO mengambil keputusan sulit untuk menutup divisi, memindahkan produksi ke luar negeri, menghilangkan pemborosan, dan mendalangi merger-merger penting. Perubahan perekonomian global membawa perubahan pada tanggung jawab CEO—terutama di perusahaan-perusahaan lama yang ingin melakukan modernisasi. Banyak perusahaan mencari CEO baru sebagai seniman perubahan haluan—pemimpin dengan ketajaman spesifik dan strategis untuk merombak organisasi dengan cepat. Baik pekerjaan seumur hidup di perusahaan maupun penguasaan teknis industri atau produk bukanlah prasyarat.

Ketika perusahaan-perusahaan besar yang sudah lama mulai terpecah, pasar menjadi lebih kompetitif, kata Mr. Hilt—dan kecepatan bisnis semakin cepat.

Mungkin tidak ada perubahan yang lebih signifikan dalam mendukung profil CEO saat ini selain maraknya berita kabel, yang dimulai pada tahun 1980an. Meskipun John D. Rockefeller dan Andrew Carnegie sudah tidak asing lagi dengan perhatian media atau pengawasan pemerintah, para CEO tiba-tiba terpaksa berbicara langsung kepada investor dan pelanggan (dan karyawan) dengan kejelasan dan visi. Mimbar baru, yang kini diperluas (dan diperumit) oleh media sosial, berarti para CEO dapat berbuat lebih banyak untuk segera memperbaiki keadaan ketika masalah muncul.

“Satu kategori keputusan CEO yang berbeda saat ini dibandingkan masa lalu dalam sejarah melibatkan penanganan krisis, skandal, berita yang berpotensi negatif, dan hal-hal semacam itu,” kata Mr. Quigley.

“Tentu saja CEO harus bertindak demi kepentingan pemegang saham terbaik,” kata Hilt. “Tetapi jika Anda memulai dari posisi yang hanya dimiliki oleh pemegang saham, akan sangat sulit melihat peluang keuntungan yang dijual pada masyarakat.”

Jenis-Jenis CEO

Berikut adalah jenis-jenis ceo yang ada di sebuah perusahaan antara lain sebagai berikut:


1. CFO (Chief Financial Officer)

CFO (Chief Financial Officer) merupakan seorang bendahara perusahaan. Bagi banyak perusahaan CFO dilihat sebagai orang penting nomor dua dalam perusahaan (karena dalam mengelola hasil kuartalan sering tergantung pada pemahaman akan pembukuan keuangan). Intinya, CFO adalah pejabat perusahaan yang bertanggung jawab atas keuangan perusahaan

2. CIO (Chief Information Officer)

CIO (Chief Information Officer), merupakan jabatan yang relative baru relatif di jajaran ‘top executive’ perusahaan. Bertanggung jawab untuk sistem informasi internal perusahaan, terutama dengan kehadiran internet, terkadang bertanggung jawab atas infrastruktur bisnis elektronik perusahaan.


3. CTO (Chief Technology Officer)

CTO (Chief Technology Officer), merupakan jabatan pendatang baru lainnya dalam jajaran eksekutif puncak perusahaan. Jabatan ini bisa jadi merupakan dilihat sebagai posisi yang penting kedua atau ketiga khususnya di banyak perusahaan berbasis teknologi. CTO bertanggung jawab untuk penelitian dan pengembangan serta untuk perencanaan produk baru.

[2/10 19.32] Zilaa: . CSO (Chief Security Officer)

CSO (Chief Security Officer), bertanggung jawab atas sistem bisnis dan keamanan komunikasi perusahaan.


5. CCO (Chief Compliance Officer)

CCO (Chief Compliance Officer), bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perusahaan dan karyawan telah sesuai dengan kebijakan internal perusahaan dan peraturan pemerintah yang berlaku.


6. CKO (Chief Knowledge Officer)

The CKO (Chief Knowledge Officer) bertanggung jawab untuk manajemen pengetahuan organisasi.

7 . CMO (Chief Marketing Officer)

Seorang Chief Marketing Officer (CMO) adalah seorang eksekutif perusahaan yang bertanggung jawab atas kegiatan pemasaran dalam suatu organisasi. Posisi ini paling sering melapor kepada CEO.

Selasa, 29 Agustus 2023

Awalnya, buku pertama disebutkan lahir di Mesir pada tahun 2400-an SM setelah orang Mesir menciptakan kertas papirus. Kertas papirus yang berisi tulisan ini digulung dan gulungan tersebut merupakan bentuk buku yang pertama.


Manfaat Buku merupakan sumber berbagai informasi yang dapat membuka wawasan kita tentang berbagai hal seperti ilmu pengetahuan,ekonomi,sosial,budaya,politik,maupun aspek-aspek kehidupan lainnya. Selain itu, dengan membaca, dapat membantu mengubah masa depan, serta dapat menambah kecerdasan akal dan pikiran kita.
Tujuan membaca yang paling utama ialah memahami seluruh informasi yang tertera dalam teks bacaan untuk mengembangkan intelektual yang dimiliki pembaca.Selain itu, masih banyak tujuan membaca beserta manfaatnya untuk kehidupan sehari-hari.